Prof.DR. Ningrum Natasya Sirait SH MLI: "Penggunaan Rapid Tes Antigen Bekas Merupakan Kejahatan Kemanusiaan"

Editor: KONTRUKTIF.com author photo

DETEKSI.co - Medan, Hebohnya Peristiwa penggunaan "Rapid Tes Antigen Bekas (daur ulang)" yang terjadi di Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA) baru - baru ini, membuat masyarakat Sumatera Utara resah. 

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. DR. Ningrum Natasya Sirait SH.MLI berpendapat, bahwa lima petugas Medis Lab. Cucu Perusahaan Kimia Farma yang melakukan penggunaan rafid tes antigen bekas (Daur ulang) kepada para penumpang pesawat, "Merupakan suatu kejahatan kemanusiaan dan kejahatan ini harus di usut tuntas dan jangan berhenti hanya kepada lima orang tersangka saja".

Demikian Pendapat Hukum Guru Besar Fakuktas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. DR. Ningrum Natasya Sirait SH. MLI dalam wawancara dengan Wartawan hariancentral.com via Wa sabtu (1/5/2021) sekitar pukul 13:45 Wib di Medan. 

Prof. DR. Ningrum mengungkapkan bahwa bila ada suatu penugasan yang sangat khusus, apa lagi dalam keadaan darurat semua orang yang ada dalam penugasan itu tidak mau mengevaluasi diri dan menemukan titik - titik rawan, kita itu selalu jebol dulu baru kemudian ada tindakan.

Prefentive pencegahan itu lebih baik, bisa saja kemungkinan jarum suntiknya ataupun dokternya atau siapa saja pasti ada resiko perbuatan melawan hukumnya, dan menurut Prof. Ningrum yang eror dalam masalah itu adalah Evaluasi.

Prof. Ningrum juga mengatakan siapa Badan yang paling bertanggung jawab untuk mengawasi itu semua, "siapa yang tahu sudah berapa banyak orang sudah tertular terhadap kasus ini. Fungsi pengawasan disini yang tidak berfungsi atau yang tidak di jalankan.

Setiap ada peristiwa kenapa yang di bawah itu selalu di persalahkan, kalau di tarik keatas apa tidak ada pertanggung jawaban dari pimpinan atau Badan pengawas, sistim pengawasan yang baik itu Aparat Hukum atau Pemerintah karena kasus ini sudah merupakan suatu kejahatan kemanusiaan.

Dimana prefentivenya (pencegahan) makanya Hukum itu jangan tajam kebawah tapi tumpul keatas, apa fungsi pengawas diatasnya. Saya tidak mau cepat menyalahkan, tapi kalau kasus ini hanya di tarik ke bawah bisa putus yang lima tersangka saja.

Bila di tarik teori pertanggung jawaban "Bila anak kita menabrak, tentu orang tuanya pasti di panggil untuk di mintai keterangan, apakah kita mau bersih saja laporan " kejadian ini adalah peristiwa nasional dan luar biasa, katanya. 

Mengenai adanya dana 1,8 Miliar yang di dapat para tersangka dari hasil penggunaan Rapid Tes Antigen yang bekas, Guru Besar Fakultas Hukum ini mengatakan bila dana itu di usut kemana saja dana itu lebih bagus, sekarang apakah penyidik mampu untuk mengembangkan itu. 

Alangkah sia - sianya kita melakukan pencegahan, sementara kemungkinan yang di tularkan itu sudah sangat mengerikan sekali "kita aja takut keluar rumah " ucap profesor geram. 

Kebijakan publik, apakah akan di tarik keatas persoalan ini, tinggal itu saja..? Kata Ningrum Natasya Sirait, kemungkinan untuk kasus ini tidak hanya memakai pasal pidana saja, bisa saja pasal berlapis seperti Undang - Undang Kesehatan, jelasnya. 

Guru Besar Fakultas Hukum USU Prof. DR. Ningrum Natasya Sirait SH. MLI berpesan bahwa atas kejadian ini masyarakat Sumatera Utara sangat marah dan sangat shock, kerena ini kejahatan sistemik yang sudah berlangsung berbulan bulan, ucapnya.

Di tempat yang berbeda Pakar Hukum Pidana Kriminologi Prof. Drs. Adrianus Eliasta Sembiring Melala M.Si, MSc. PhD ketika di mintai tanggapannya terkait kasus tersebut mengatakan "Saya kira hanya lima saja yang dapat dianggap bertanggung jawab secara langsung (direct responsibility). Selebihnya, bertanggung jawab secara tidak langsung misalnya kepala cabang Kimia Farma Medan, ucapnya.(Red) 
Share:
Komentar

Berita Terkini