DETEKSI.co-Medan, Wakil Ketua Komisi C DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga (ZRS) menuding Gubsu, Edy Rahmayadi, tidak cerdas dalam menyikapi kondisi masyarakat Sumut di tengah pandemi Covid saat ini. Terbitnya Pergub tentang kenaikan Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor (PBBKB) dari lima persen menjadi 7,5 persen, disebutnya sebagai ketidakcerdasan itu.
Pernyataan tersebut dilontarkan politisi PKB ini saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, di Gedung DPRD Sumut, Senin (26/04/2021), terkait tidak jadinya digelar rapat lanjutan antara Komisi B dengan Divre I Pertamina Wilayah Sumbagut membahas kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di Sumut sebagai dampak terbitnya Pergub itu.
"Bila pajak dinaikkan, maka harga akan ikut naik. Sama halnya dengan kenaikan PBBKB. Ketika pemerintah menggunakan kewenangannya menaikan PBBKB dari lima persen jadi 7,5 persen maka Pertamina tentu menaikan harga penjualannya. Mana mungkin harga BBM-nya tidak naik," ucapnya.
Kenaikan PBBKB itu, imbuhnya, ditanggung oleh konsumen dan membebani masyarakat. Sebab, harga penjualan BBM dipengaruhi oleh harga pokok penjualan ditambah pajak PBBKB yang dikenakan.
"Jadi kenaikan harga BBM non subsidi itu dipicu oleh terbitnya Pergub tersebut," tegasnya.
Saat disinggung bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) mempunyai Perda Tahun 2018 tentang PBBKB, ia menyesalkan regulasi itu tidak dijadikan acuan. "Kenapa dulu tidak ditetapkan 10 persen ? Kenapa disaat pandemi ini dinaikan PBBKB itu oleh Pemprovsu ? Itu yang kita komplain," kesalnya.
Soal jumlah kuota BBM non subsidi di Sumut, dewan dari daerah pemilihan Sumut VI meliputi Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, dan Labuhan Batu Selatan itu, mengatakan bahwa hal itu adalah kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan.
"Yang mengutip PBBKB itu adalah Kementerian Keuangan dan setelah itu baru dibayarkan kembali ke Sumut. Beda dengan Pajak Kenderaan Bermotor yang dikutip langsung oleh Pemprovsu. Dan soal itu saja, dari enam juta jumlah kenderaan bermotor di Sumut, hanya 40 persen yang mampu ditagih pajaknya oleh Pemprovsu," bebernya.
Zeira yang saat itu bersama anggota Komisi C, Fahrizal Effendi Nasution, mengatakan solusinya adalah menurunkan PBBKB itu dari 7,5 persen kembali ke lima persen. Dan kalau pun mau dinaikan, perlu menunggu timing waktu yang pas.
Mengenai penggunaan Hak Interpelasi oleh DPRD Sumut kalau tawaran solusi itu tidak dipenuhi Pemprovsu, ia menyebut hak itulah sebenarnya yang harus digunakan oleh dewan.
"Pimpinan DPRD seharusnya menggunakan hak itu. Bukan menyalahkan Pertamina. Kita jadi heran dengan Baskami Ginting sebagai Ketua DPRD Sumut. Yang menanggung pajak itukan konsumen dan Pertamina itu operator," jelasnya.
Terkait jumlah kuota BBM, ia menyebutkan data itu ada di Kementerian Keuangan dan Pertamina. Dan data itu disinkronkan.
"Salah besar pimpinan dewan yang telah menyimpulkan dengan menyalahkan Pertamina. Berani tidak pimpinan dewan menanyakan jumlah kuota itu ke Menteri Keuangan ? Tidak berani. Pertamina itu operator," ungkapnya.
Dikatakannya, beda data jumlah kuota BBM dengan kenaikannya. Dia menghimbau untuk tidak menggabungkan ataupun menggiring-giring data kuota itu. Karena kedua hal itu disebutnya tidak punya kaitan.
"Kalau polemik menaikkan PBBKB ini hanya perkara PAD atau Pendapatan Asli Daerah. Yang disoalkan masyarakat, bukan itu. Tapi, kenapa naik ?," ujarnya.
Dikatakannya, soal kuota subsidi itu adalah urusan pemerintah pusat yang diberikan berdasarkan anggaran yang disediakan untuk subsidi BBM. Kalau tidak mencukupi anggarannya, maka dikurangilah jumlah kuota subsidinya. Menjadi persoalannya, ini politik pemerintah yaitu mensubstitusi, yakni mengganti subsidi menjadi non subsidi.
"Itu pelan-pelan memang. Itu politisnya. Maka dikurangilah subsidi menjadi non subsidi. Pertamina sebagai operator, menyesuaikan dengan jumlah yang disubsidi. Maka perlu dilakukan pengawasan," ucapnya.
Diingatkannya agar Ketua DPRD Sumut, Baskami Ginting, jangan ngeles dan takut menyalahkan Gubsu.
Dia mencotohkan perbedaan cara penetapan harga BBM di Pekan Baru dengan Sumut. "Di Pekan Baru, saya baru berkunjung kesana, itu harganya berbeda. Tapi Pekan Baru itu punya metode lain. Itu BBM jenis Dexlite, Pertamax, itu dinaikannya maksimal 10 persen. Tapi kalau Pertalitenya, itu cuma lima persen. Karena itu yang mendekati dengan harga subsidi. Itu baru pemerintah daerah yang cerdas. Itu baru pemerintah yang memikirkan orang-orang susah," pujinya.
Dikaitkan dengan kebijakan Gubsu dengan Pergubnya tersebut, Zeira mengatakan bahwa Gubsu tidak cerdas. "Dia menaikan Pertalite menjadi 7,5 persen, dia tidak tahu karena BBM yang subsidi ini langka didapat. Dicarilah non subsidi yang harganya mendekati subsidi. Itulah Pertalite. Justeru seharusnyalah pemerintah memikirkan Pertalite ini sebab banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah," terangnya.
Dia mengaku sudah mengingatkan hal itu kepada Asisten I Pemprovsu, Fitriyus. "Saya menyampaikan kemarin kepada Fitriyus. Kalian tidak punya strategi bagus. Kalau kalian buat kemarin harga Dexlite, Pertamax, Pertamax Plus naik 10 persen, tidak ribut masyarakat. Tapi Pertalitenya kalian buat lima persen minimal karena sudah umum digunakan rakyat. Artinya, kita benar-benar memikirkan rakyat. Orang yang makai Dexlite, Pertamax, itu orang kaya. Itu baru betul. Persoalannya sekarang yang memakai Pertalite itu orang banyak, masyarakat menengah ke bawah. Kenapa subsidi tidak ada?," ucapnya.
Daya beli masyarakat sekarang ini sulit. Selayaknya Pemprovsu berpikir bagaimana membangkitkan daya beli masyarakat.
Diingatkannya lagi, pemerintah pusat saja memberikan diskon 50 persen untuk Pajak Barang Mewah yang jelas-jelas untuk orang kaya. Tujuannya, untuk meningkatkan daya beli. Supaya industri tidak tutup. Supaya pekerja tidak banyak yang dipecat yang berimplikasi pada meningkatnya pengangguran. "Begitu polanya kalau cerdas gubernurnya. Kalau gubernurnya tidak cerdas, rakyatnya yang ditindas hanya demi menaikan PAD. Inilah menunjukkan kegagalan pemerintah daerah terhadap optimalisasi pendapatan," tuntasnya.
Sementara, Ketua DPRD Sumut, Baskami Ginting, yang dimintai tanggapannya terkait tudingan Wakil Ketua Komisi C ini lewat pesan WhatsApp-nya, politikus PDI Perjuangan itu terkesan bungkam. Meski pesan telah terbaca, tapi dia tidak memberikan tanggapan hingga berita ini dipublis. (Irwan Ginting)